Wartabuser – Sudah lebih dari tujuh bulan berlalu sejak bencana tanah bergerak melanda Kampung Cilimus, RT 30/05, Desa Nangerang, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi pada 4 Desember 2024. Namun hingga kini, para penyintas belum juga mendapatkan kejelasan terkait penyediaan Hunian Sementara (Huntara) maupun Hunian Tetap (Huntap).
Menanggapi situasi tersebut, Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi dari Fraksi Partai Golkar, Asri Mulyawati, menyatakan keprihatinannya. Legislator yang juga berdomisili di wilayah Jampangtengah itu menyayangkan belum adanya langkah nyata dari pihak terkait dalam merealisasikan hunian bagi warga terdampak.
“Sudah lebih dari setengah tahun sejak kejadian, namun hingga hari ini kami belum melihat pembangunan Huntara maupun Huntap dimulai. Ini jelas sangat memprihatinkan,” ujar Asri kepada Sukabumiupdate.com, Selasa (8/7/2025).
Asri menegaskan bahwa penanganan bencana seperti ini memerlukan pendekatan lintas sektor serta koordinasi intensif antara pemerintah daerah, pusat, lembaga non-pemerintah, dan elemen masyarakat. Ia menekankan pentingnya membangun komunikasi yang kuat agar solusi konkret segera terwujud.
“Kami tidak sedang mencari siapa yang salah. Tapi kami mendorong agar konsolidasi dan koordinasi segera diperkuat demi percepatan penanganan di Desa Nangerang,” imbuhnya.
Ia juga menyoroti contoh pembangunan Huntap yang sukses di Kampung Pasir Angin–Ciagung, Desa Jampangtengah, sebagai bukti bahwa penanganan bisa terwujud jika semua pihak terlibat secara aktif.
“Pengalaman itu membuktikan bahwa jika ada komitmen dan kolaborasi yang serius, maka hak para penyintas bisa terpenuhi. Ke depan, kami akan kembali menjembatani dan mengawal proses ini agar ada kejelasan bagi masyarakat yang terdampak,” pungkasnya.
Sementara itu, harapan akan solusi nyata terus disuarakan para penyintas. Mereka ingin segera lepas dari ketidakpastian dan kembali hidup layak di tempat yang aman. Salah satunya adalah Ruhendi (46), warga yang rumahnya hancur akibat tanah bergerak dan kini tinggal menumpang bersama istri dan dua anaknya.
“Kami hanya bisa menunggu dan berharap. Dulu saat pertemuan tanggal 11 Desember 2024 di samping Kantor Desa Nangerang, BNPB menjanjikan relokasi dan uang kontrakan. Tapi sampai sekarang, belum ada yang terealisasi,” tutur Ruhendi dengan nada lirih.
Peristiwa tanah bergerak tersebut telah merusak sejumlah rumah, merobohkan jembatan, hingga menyebabkan bangunan SDN Cilimus runtuh. Namun sayangnya, belum ada program relokasi yang benar-benar dijalankan pemerintah hingga saat ini.